Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan
Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup senang,
sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun pandangan serta sarana-sarana
yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi tingkatan hidup
rohani mereka masih berada di tingkat jahiliyah. Mereka tidak mengenal Tuhan
Pencipta mereka yang telah memberi karunia mereka dengan segala kenikmatan dan
kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat
sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dpt dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebuh-lebihanyang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang terbina dari batu yang tidal dapat memberi manfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan.
Dia
yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat memimpin mereka,
membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan.
Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina
diangkatnya menjadi orang mulia. Di samping itu semuanya, ia adalah raja yang
berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Di
tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi
Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia
sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada
kaumnya, jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran
bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah
perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahwa
persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang
harus dibanteras dan diperangi agar mereka kembali kepada persembahan yang
benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta
ini.
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan
patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh
Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan
secara mengejek ia menawarkan patung -patung ayahnya kepada calon pembeli
dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak
berguna ini? "
Nabi Ibrahim ingin melihat bagaimana makhluk yang sudah mati dihidupkan kembali oleh Allah. Nabi Ibrahim yang sudah berketetapan hati hendak memerangi syirik dan persembahan berhala yang berlaku dalam masyarakat kaumnya ingin lebih dahulu mempertebalkan iman dan keyakinannya, menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari keragu-raguan yang mungkin sesekali mangganggu fikirannya dengan memohon kepada Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali makhluk-makhluk yang sudah mati.
Berserulah
ia kepada Allah:
" Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang sudah mati."
Allah
menjawab seruannya dengan berfirman:
"Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku? "
Nabi
Ibrahim menjawab:
" Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata kepala ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan dan hatiku dan agar makin menjadi tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu."
Allah
memperkenankan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung lalu setelah memperhatikan dan meneliti bahagian tubuh-tubuh burung
itu, memotongnya menjadi berkeping-keping mencampur-baurkan kemudian tubuh
burung yang sudak hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di atas puncak
setiap bukit dari empat bukit yang letaknya berjauhan satu dari yang lain.
Setelah
dikerjakan apa yang telah diisyaratkan oleh Allah itu, diperintahnyalah Nabi
Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak-koyak tubuhnya dan terpisah
jauh tiap-tiap bahagian tubuh burung dari bahagian yang lain.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam keadaan utuh bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya lalu hinggaplah empat burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada.
Dan dengan demikian tercapailah apa
yang diinginkan oleh Nabi Ibrahim untuk mententeramkan hatinya dan
menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa
kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi yang
dapat menghalangi atau menentangnya dan hanya kata "Kun" yang
difirmankan Oleh-Nya maka terjadilah akan apa yang dikehendaki "
Fayakun".
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan
menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan
dipahatnya sendiri dan darinya orang membeli patung-patung yang dijadikan
persembahan.
Nabi
Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah
kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat
kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu
adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahawa kebaktian kepada
ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan
yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia dtg kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahawa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dpt mendtgkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau musibah.
Diterangkan pula kepada
ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran
syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi
lagi.
Ia
berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya
berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang
menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan
kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar
menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya
Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patut bahwa
puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan
mengajaknya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan
agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetapi
dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki hamun seakan-akan tidak
ada hubungan diantara mereka.
Ia
berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar:
" Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau."
Nabi
Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya dengan
sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seray berkata:
" Oh ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku utkmu."
Lalu
keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan
prihati karena tidak berhasil mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan
kufur.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyedarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya
berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun
ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin
dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki
oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan
ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit
pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan
terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih
persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa.
Dan ternyata bahwa bila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang
kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan
yang usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa
yang oleh bapa-bapa dan nenek moyang mereka dilakukan dan sesekali mereka tidak
akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.
Nabi
Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dan bermujadalah
dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mahu menerima keterangan dan
bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada
satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang dari cara persembahan
nenek moyang mereka, walaupun oleh Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa
mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan
iblis.
Nabi
Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan
yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa
berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka
dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap
tahun mereka keluar kota beramai-ramai pd suatu hari raya yang mereka anggap
sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu padang
terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup.
mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mereka
kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar
meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu.
Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan
diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir bahwa penyakit
Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mereka
bila ia turut serta.
"
Inilah dia kesempatan yang ku nantikan," kata hati Nabi Ibrahim tatkala
melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar
kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik
ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju
tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru
kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat
peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang
berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:
" Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."
Kemudian
disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong
dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh,
tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota
dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan
menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub:
"Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mereka ini?"
Berkata
salah seorang diantara mereka:
" Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini."
Seorang
yang lain menambah keterangan dengan berkata:
" Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Selidik
punya selidik, akhirnya terdapat kepastian yang tidak diragukan lagi bahwa
Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota
beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau
penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan
mereka. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang
menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan
terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang
kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran
agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih
boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan
dakwahkan.
Hari
pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi
padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh
para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya
para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan
persembahan mereka.
Ditanyalah
Nabi Ibrahim oleh para hakim:
" Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?"
Dengan
tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:
" Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya."
Para
hakim penanya terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lain dan
berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim yang mengandungi ejekan itu.
Kemudian
berkata si hakim:
" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?"
Tibalah
waktunya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawaban atas
pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang.
Berkata
Nabi Ibrahim kepada para hakim itu:
" Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, para hakim mencetuskan
keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas
perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka, maka berserulah
para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:
" Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu , jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
mahkamah telah dijatuhakan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang
diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan
pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara
gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia
dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah
dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan
tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang hamil dan
orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan harapan
memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka
atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin.
Setelah
terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan
tertumpuk serta tersusun laksan sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang
untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar
dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan di atasnya
berjatuhan terbakar oleh panasnya asap yang ditimbulkan oleh api yang
menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim didatangkan
dan dari atas sebuah gedung yang tinggi dilemparkanlah ia kedalam tumpukan kayu
yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:
" Hai api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah.
Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut
bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah
Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya
yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya
tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan suatu
mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar
dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada
hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Para penonton upacara pembakaran hairan tercenggang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh dengan pakaiannya yang tetap utuh seperti biasa, tidak ada tanda-tanda sentuhan api sedikit jua pun. Mereka meninggalkan lapangan dalam keadaan heran seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana hal yang ajaib itu berlaku, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah.
Ada
sebahagian dari mereka yang dalam hati kecilnya mulai meragui kebenaran agama
mereka namun tidak berani melahirkan rasa ragu-ragunya itu kepada orang lain,
sedang para pemuka dan para pemimpin mereka merasa kecewa dan malu, karena
hukuman yang mereka jatuhkan ke atas diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat
mengumpulkan kayu bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan
kegagalan, sehingga mereka merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para
pengikutnya.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian
penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mereka dan membuka mata hati
banyak dari mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya,
bahkan tidak kurang dari mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi
Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat
kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan
menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak
Nabi Ibrahim.
0 Response to "Kisah Nabi Ibrahim A.S"
Posting Komentar